Mengapa Umat Islam Sulit untuk Bersatu?
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Ustadz yang saya hormati. Saya
prihatin dengan kondisi umat Islam indonesia.. selain banyaknya umat
Islam yang masih berada dalam kesulitan (ekonomi lemah, pendidikan rendah
ditambah dengan lemahnya keimanan).
Di sisi lain, sebagian umat Islam
yang mengaku penyeru kepada dinullah malah saling berseteru satu sama lainnya, saling hujat, saling
fitnah dan selalu berseberangan satu dengan lainnya disebabkan oleh
masalah-masalah khilafiah dan bagaimana suatu kelompok memilih jalan
perjuangannya untuk menegakkan Islam.
Tidak jarang satu kelompok
mengkafirkan kelompok lain, memfonis sebagai ahli bid'ah dan khurafat. yang
lebih memalukan lagi pertentangan mereka dipublikasikan di wahana umum
(internet ) yang notabene siapapun bisa mengakses (termasuk para anti Islam)
Mohon maaf kalau saya harus
menyebutkan nama. Sebagai contoh, saudara kita yang mengaku sebagai kelompok
salafiy. Apabila kita lihat situs-situsnya, sebagian berisi penghujatan
terhadap kelompok/jama'ah lain (semisal Ikhwanul muslimin dan jama'ah tabligh).
Sepertinya energi mereka habis mereka gunakan untuk mencari-cari kesalahan dan
kelemahan jama'ah-jama'ah lain alih-alih mendidik umat Islam yang masih jauh
dari aqidah yang lurus.
Apakah dakwah yang seperti itu
(baca: metode kelompok salafiy) sesuai dengan prinsip dinul Islam yang
mempunyai filosofi rahmatan lil'alamin?
Adakah usaha dari para pimpinan
jama'ah-jama'ah itu untuk mencari titik temu dalam memperjuangkan tegaknya
Islam yang kita cintai ini?
Arfan
arfanm94@yahoo.co.id
arfanm94@yahoo.co.id
Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Sebenarnya dan sejujunya, tidak semua orang yang mengklaim dirinya sebagai penganut manhaj salaf atau menamanakan kelompok mereka sebagai salafi melakukan hal yang kurang baik itu.
Sebenarnya dan sejujunya, tidak semua orang yang mengklaim dirinya sebagai penganut manhaj salaf atau menamanakan kelompok mereka sebagai salafi melakukan hal yang kurang baik itu.
Kami mengenal banyak tokoh mereka,
bahkan dahulu pernah satu bangku kuliah. Sebagian dari mereka malah menjadi
dosen kami sendiri. Kami menghormati mereka sebagaimana mereka juga bersikap
sangat hormat.
Kesan yang kami tangkap dari para
ikhwah salafiyyin
ini justru simpatik, ramah dan akrab. Meski mereka tetap tampil dengan
'assesoris' khas mreka, yakni menaikkan celana di atas lutut, jenggotnya
panjang sampai perut, baju kemeja dikeluarkan, anti nasyid, dan segala ciri
khas atribut penganut salafi, tetapi mereka tetap manusia, yang bisa juga
bercanda, tertawa bahkan nyaris tidak ada garis batas.
Toh kami dan teman-teman salafi,
semuanya saat itu sedang menuntut ilmu, dan kami pun mempelajari khilafiyah
fiqhiyah dari kitab-kitab fiqih. Kami yakin para ikhwah aktifis salafi yang
pernah duduk di LIPIA saat itu kalau baca tulisan ini, pasti akan mengenang
masa manis terindah saat itu.
Mata kuliah Fiqih adalah mata
kuliah yang semuanya berisi masalah khilafiyah. Kami harus menghafal sekian
banyak pendapat dari para ulama berikut dengan dalilnya. Demikian juga dengan
kuliah Ushul Fiqih yang sangat menekankan logika dan kaidah.
Sikap Sebagian Kalangan
Maka kalau ada kesan bahwa sikap
teman-teman salafi itu kurang simpatik, suka mencela atau suka mengejek, kami
katakan bahwa itu sama sekali tidak mewakili semua salafi.
Banyak ustadz salafi yang sangat
berhati-hati dan menjauhkan diri dari sikap-sikap yang agak kurang mengena di
hati. Mereka berdakwah mengajak orang ke jalan Allah, dengan niat yang ikhlas
dan bersih dari kepentingan pribadi.
Memang kami tidak bisa menafikan
bahwa ada sikap-sikap yang anda sebutkan itu. Situs dan media lainnya jelas
menggambarkan hal itu. Ini tidak bisa ditampik, karenya nyatanya memang ada.
Tetapi kami yakin bahwa para ikhwah
salafiyyin yang shalih, santun, berbudi dan ramah tentu jauh lebih banyak.
Mereka tetap memandang banyak hal sebagai bid'ah, syirik dan sebagainya. Namun
cara mereka dalam menyampaikan jauh lebih santun, tidak main cela, asal caci
apalagi sampai menghalalkan darah.
Faksi-faksi Dalam Salafiyyin
Dan perlu juga kita ketahui
bersama, di tengah kalangan salafiyyin sendiri tetap muncul berbagai kelompok,
yang mana satu sama lain pun sering kali tidak sepakat. Ketidak-sepakatan ini
kadang melahirkan pemandangan yang memalukan, karena mereka jadi bertengkar.
Bahkan para tokoh ulama yang sering
dijadikan rujukan oleh kalangan ini, seringkali kita dapati berbeda pendapat.
Kalau kita pernah membaca ada situs
salafi yang menghujat suatu kelompok seperti yang anda ceritakan, ketahuilah
bahwa nyatanya terhadap sesama salafi sendiri pun juga tidak sepi dari saling
hujat. Bahkan kadang lebih serem dari yang kita baca.
Rupanya pertentangan di tengah
kelompok yang sama-sama menamakan diri sebagai salafi itu juga seru. Saling
caci, saling maki, bahkan sampai taraf mubahalah satu dengan yang lain.
Yang satu menuduh temannya sebagai salafi
palsu, lalu membongkar semua 'aib temannya itu di media atau situs mereka,
sehingga orang sedunia membacanya. Maka temannya yang dibegitukan tidak terima,
lalu balas orang yang menuduhnya dan dikatakan sebagai salafi gadungan.
Besoknya muncul tulisan di media untuk membongkar kedok lawannya. Dan begitulah
yang sering kita lihat. Weleh-weleh.
Etika Berdakwah
Lucunya, semua mengaku sedang
berdakwah, mengajak orang ke jalan Allah, menyebarkan syariat Muhammad SAW. Dan
semua mengklaim bahwa kelompoknya saja yang paling benar. Kelompok lainnya
dianggap salafi palsu, salafi gadungan, dan harus dibongkar kedoknya.
Kenapa kita tidak melakukan
silaturrahim, tukar pikiran, brainstorming dan membangun dialog dengan dilapisi rasa sayang dan
kemesraan?
Sebenarnya tidak harus ada perang
opini di media sampai harus melakukan caci maki. Karena toh kita bisa melakukan
apa yang pernah dilakukan oleh para ulama salaf dahulu, di mana mereka tetap
saling bertenggang rasa meski tidak sependapat.
Sedih rasanya kalau membaca kejadian
demi kejadian di tengah umat Islam. Semoga ke depan mereka bisa akur dan saling
menyayangi.
Akar Masalah Penyebab Sikap Kurang Terpuji
Kalau kita kaji lebih dalam,
barangkali ada beberapa hal yang boleh dibilang ikut melatar-belakangi
sikap-sikap itu, antara lain:
1. Kesalahan Paradigma Dakwah
Harus secara jujur kita akui bahwa
masih seringkali kita -siapa pun juga- punya paradigma keliru terhadap dakwah.
Rasanya kalau sudah bisa mentahdzir, memperingatkan, atau mengutuk perbuatan
orang yang dianggap salah, berarti dakwah sudah selesai.
Kalau sudah berhasil mencaci maki
habis di media internet, rekaman ceramah atau lewat buku dan majalah, berarti
urusan sudah selesai.
Sedangkan bagaimana reaksi dan
penerimaan mereka yang diingatkan, tidak ada urusan. Biar yang ditahdzir itu
merasa terhina sekalian, dan itu memang disengaja, sebab hinaan justru itu
dianggap sebagai hukuman atas kesahalannya. Astaghfirullah
Inilah bentuk paradigma yang salah
kaprah. Kalau sampai seorang pimpinan kelompok punya pikiran seperti ini,
memang masalahnya tidak akan selesai.
2. Rancunya Konsep Mabadi' dan Furu'iyah
Kesalahan kedua adalah tercampur
baurnya konsep masalah pokok dengan masalah cabang. Kita sering lihat apa yang
dijadikan bahan pertengkaran hanya urusan sepele, tidak jelas ujung pangkalnya.
Bahkan para ulama besar pun masih berbeda pendapat.
Tapi perbedaan pendapat itulah
kemudian yang dijadikan 'amunisi' untuk menyerang saudaranya. Dan dianggapnya
bahwa pendapat yang dibelanya itu adalah kebenaran hakiki. Siapa pun yang tidak
setuju dengan pendapat dirinya, maka harus jadi musuhnya.
Kita memang harus tegas kepada
kelompok yang jelas-jelas menyimpang dari aqidah, misalnya kalangan Ahmadiyah
yang bernabi kepada Mirza Ghulam. Atau kepada kalangan Liberalis yang menyatakan
semua agama sama dan benar serta diterima Allah.
Tapi kalau urusan jenggot, isbal,
baju kemeja dikeluarkan, minyak wangi, lebih dekat ke urusan furu'iyah, sejak
dulu sampai sekarang tidak pernah selesai masalahnya.
3. Kepentingan Pribadi
Dari sekian banyak kasus yang kami
ketahui tentang perseteruan antar faksi dan kelompok, yang sangat kami
sayangkan justru banyak yang dilatar-belakangi urusan pribadi. Ada yang urusan duit, ada juga yang terkait
dengan masalah ketersinggungan personal, ada juga yang masalah sengketa
keluarga.
Pokoknya, urusan pribadi sering
kali ikut juga memperkeruh suasana. Namun tidak etis rasanya kalau contoh
kasusnya dibedah di sini. Nanti malah akan jadi MGM. Apa itu MGM? 'Media Ghibah
Nasional'.
Dan kasus-kasus model begini tidak
lantas hanya dimiliki oleh satu kelompok saja. Coba kita lihat, nyaris hampir
di semua kelompok dakwah, baik yang formal atau yang tidak formal, ternyata
tidak juga sepi dari kasus dengan latar belakang seperti ini.
4. Faktor Gengsi
Ini penyakit manusia. Seorang
bintang di atas panggung biasanya butuh tepuk tangan. Semakin ditepuki semakin
bergayalah dia. Semakin bisa menghujat rekannya, maka semakin berkibarlah dia.
Betapa banyak perseteruan itu
kadang sudah lepas dari akar permasalahannya. Yang tersisa tinggal masalah
dendam dan gengsi.
Tapi sekali lagi kami katakan ini
justru sangat manusiawi. Rupanya tokoh besar pun juga punya titik-titik
kelemahan, salah satunya adalah susahnya melawan gengsi.
Tentu masih banyak analisis yang
bisa dibedah, insya Allah kapan-kapan kita akan bicarakan lebih panjang, tanpa
harus menunjuk hidung, tanpa menyebut nama, tanpa harus ada yang dijatuhkan
atau merasa dijatuhkan. Karena penyakit itu adalah penyakit kita bersama, bukan
monopoli kalangan tertentu. Semua akan jadi pelajaran penting bagi kita dalam
menata umat ini ke depan.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar